Sabtu, 26 Maret 2011

"Tahajjud" Kata Nurani Si- Panglima Kecil

Catatan 30 Desember 2010

Karena tubuhku berangin-angin, akhirnya aku putuskan pulang kerumah saja malam itu. Lalu kuingat pelajaranku tentang “tahajjud”. Aku mulai tahajjud buat mengenang masa lalu. Jam waktu malam berdentang, sebelumnya aku ritual tubuh. Eh, kembali lebih dulu memanaskan air dengan kompor tetangga kamar kost, dan meramu segelas teh lagi. Aku mulai bersama Hening, dan posisi dudukpun kuperbaiki seperti gaya “dewa” seperti gaya para tuhan-tuhan agama Hindu dalam film-film India. Dulu aku selalu bergumam mengantarnya atas nama cinta. Arrahman Arrahiem, aku juga masih suka dan salut dengan kalimat ini. Karena kalimat Arrahman dan Arrahiem sangat pilosofis sangat "semestais". Saya menafsirkan kalimat ini adalah kasih sayang biasa dan cinta luar biasa dan Allah menitipkan itu dengan namanya yang suci.
Ditengah-tengah larut tahajjudku, tiba-tiba pada pertengahan aku tak konsentrasi. Buyar seketika, bagaimana jika aku terbang ke "Lauhil Mahfudz". Disana banyak Ilham terbuka tanpa rahasia sama sekali bersama tuhan. Ah, aku bukan manusia superbiasa seperti para pendeta dan orang-orang suci, menyayangi ruhnya diabandingkan jazadnya. Karena jazadnya dinilai sekedar median. Dan semesta telah menjamin atas keyakinannya. Allahu Wa' lam.
Yang penting muncul dalam isi kepalaku, bagaimana gaya saya jika tahajjud dengan model apa saja seperti ini, boleh. Akhirnya dalam benak saya aku harus cari cermin. Biar bisa melihat batinku bersama jalan ke diri.
Tentang pentingnya cermin, selalu saja membuatku mulai risau dan tak percaya dengan diriku sendiri. Aku bilang bukan. Antara batin dan dirikupun berdebat. Dan ditengah-tengah perdebatanya keras itu, tiba-tiba Hening datang melerai dan memediasi. Menurutnya untuk apa aku cari cermin kalau, kalau batin bisa tahu tentang diriku. Hening, untung kau ada disini. Ceritakanlah kepadaku tentang wajahku yang detil, dan mainkanlah ketukan nada di jantungku.
Coba masuk lagi ke dalam kasak-kusuk kesunyian itu, disana pasti akan kutemukan suara. Suara yang tak pernah kau dengar sebelumnya. Aha, suara kecil berbisik lembut dan tegas lirih seperti saat aku jatuh cinta. Dan ternyata ia bisikan hati, iramanya menegaskan tentang kebenaran apa yang harus aku lakukan malam ini dan apa tanggung jawabku kelak kearah mana cinta itu kugerakkan. Tapi kadang aku panik saat-saat seperti itu saat prahara kerinduan pada seseorang lalu memorak morandakannya. Suara itu timbul tenggelam dan tiba-tiba berganda, aku mencarinya namun kesulitan menemukannya kembali dimana.

Yah, Hening aku percaya kau membawa keinginanku seperti gergaji, walaupun semua tak memungkinkan, maka kudiam saja. Keadaanku ambigu, tapi kau halus tajam bak kerikil kala gelap. Tanpa suara ini membimbingku tuk menetapkan sesuatu walaupun aku tutup mata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar