Selasa, 05 Februari 2013

Rumah Adalah Sebuah Konsep


Rumah Bugis bukan ruang yang tak bertuan .

Seorang Bugis secara prinsipil mempunyai konsep menjaga batas-batas ruang dalam rumah mereka. Apalagi jika ia bertemu dengan seseorang yang bukan dari kultur mereka. Namun dalam hal  ini ia sangat terbuka dengan segala hal jika anda datang bertamu ke rumahnya.

Dalam rumah mereka terdiri beberapa ruang yang kelihatannya begitu terbuka. Pertama mulai dari halaman rumah, teras rumah ruang tamu dan ruang dapur.  Dalam pergaulan mereka manakala seseorang datang kerumahnya pertama pada umunya ada yang menyapa anda dihalaman rumah, dan ada juga yang menyapa dan mengajak anda masuk kedalam rumah sebagai tamu. Tamu bagi mereka sangat dia hargai. Menyambut tamu begitu terlihat sangat sopan dan terbuka. Pertama ia mempersilahkan anda masuk, setelah itu dia seakan mempersilahkan anda duduk seadanya. Dan menyuguhkan makanan kecil dan minuman.



Wilayah dapur adalah hal sentitif

Namun jangan sangka ketika anda melihatnya begitu ramah dan terbuka mempersilahkan anda dalam ruang tertentu termasuk ruang tamu. Keramah tamahan mereka, bukan berarti   ia terbuka dengan segala hal. Sebab ada juga ruang ia dia tutupi. Salah satunya ruang dapur dan ruang keluarga mereka. Dapur secara simbolik adalah pusat hidup. Dan keluarga adalah pusat untuk menjaga harga diri mereka. Artinya ini hal subtansi dan prinsipil ruang dapur (ekonomi), dan keluarga (komunity).

Ia menyuguhkan sesutu buat anda, seperti menyuguhkan minuman teh dan makanan-makanan seadanya. Pada saat diruang tamu ia seakan memberitahukan anda tentang kondisi dirinya dan ragawinya. Namun ia akan tertutup untuk memberitahukan tentang keluarganya dan juga segala perabot dan isi dalam dapur mereka. Ruang tamu adalah tempat membicarakan tentang hal-hal tujuan, dan maksud kita sehari-hari selama itu tujuan sang tamu baik.

Makanya ada dendang lagu yang selalu kita kenal dari dulu. " Deceng enreki ribola, tejjali tettapere" Artinya kurang lebih maknanya seperti ini : Masuklah kebaikan kerumah kami. Tanpa tikar sebagai bentuk kebanggaan kami. Tamu yang datang di ibaratkan kebaikan. Bukan orangnya atau sang tamunya.

Dalam pergaulan ruang manakala anda masuk dalam rumahnya, dan jika sipemilik rumah membolehkan anda masuk keruang dapur. Atau mengajak anda masuk kedalam rumahnya bukan lewat ruang tamu bagian depan. Akan tetapi melainkan mengajak anda masuk lewat pintu belakang rumahnya, itu artinya ia mulai mengganggap anda begitu dekat dengan si empunya rumah. Dan mulai menganggap anda sudah mulai menjadi bahagian dirinya.

Ia sudah mulai merasa bahwa anda adalah seseorang yang bisa dipercaya. Dan bahkan menjadi bahagian dari kelurga anda. Etika ini berlaku bagi orang bugis. Jika anda sudah begitu dipercaya. Maka secara otomatis, bahwa orang tersebut juga dianggap bisa menanggung harga diri. Artinya sipemilik rumah akan menjaga harga diri ( siri') orang tersebut. Harapananya sipendatang juga menanggung harga diri si pemilik rumah.

Kekeluargaan dalam persepsi Bugis  adalah, adalah juga ruang lingkup (komunity) dan kebertetanggaan, atau ruang lingkup kelompok, meski bukan dalam turunan yang sama. Kita bisa rasakan secara langsung manakala ada orang bugis masih menjamu anda dalam ruang tamu. Maka, otomatis ia masih menganggap bahwa anda adalah tamu dengan batas ruang wajar sebagai orang lain daripada dirinya.  Akan tetapi manakala ia sebaliknya sudah membebaskan seseorang untuk masuk kedalam rumahnya lagi dan bahkan mengetahui aktifitas dapurnya. Siri' nya juga sudah menjadi siri' anda juga. Itu artinya ia akan menganggap bahwa anda adalah saudara yang patut juga dihargai harga dirinya. Atau seperti layaknya keluarga sendiri patut dijaga dalam hal kesulitan apapun.

Perilaku ini masih sebagian berlaku hingga saat ini terhadap masrakat Bugis. Saya pernah punya pengalaman dalam keluarga sewaktu kecil. Sebelum memasuki rumah seseorang pertama perlu mengetahui dimana batas ruang  tamunya. Dan dimana batas ruang dapurnya. Seenaknya masuk kedalam ruang dapur tanpa seizin yang punya rumah seperti pelanggaran etika. Akan tetapi untuk minta izin ini bukan berarti lewat bahasa verbal namun bentuknya kedekatan secara tingkah laku pskologis dan mental. Karena sipemilik rumah akan selalu mencermati anda. Apakah anda sudah menjadi bahagian daripada dirinya, atau bukan.


(Catatan ini ditulis berdasarkan pengalaman, dan juga sumber lain dari perbincagan kami dengan A. Apti Apriadi dari komunitas Mantra Bumi).

Penulis : Subhan Makkuaseng, Pebruari 2013. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar