Rabu, 27 Maret 2013

Mengenal Cita Rasa Perbedaan



Ishaq Ngeljaratan : Mengenal Cita Rasa Perbedaan
 In Memoriam Gusdur di Makassar.
 
Subhan Makkuaseng, SH

Menyandingkan enam keyakinan agama dalam satu panggung sambil berdoa atas peringatan wafatnya guru pluraliseme Indonesia , Gusdur menggugah rasa  keberagaman keyakinan beragama di Indonesia termasuk di Makassar.  Di kota angin mamiri ini  masing-masing perwakilan tokoh agama seperti dari  Kristen, Islam, Katolik, Hindu dan Budha dan juga ternyata Kong Hucu  juga hadir, berdoa atas meninggalnya Almarhum Gusdur (KH Abdurrahman Wahid) tahun ini diselenggarakan Lembaga Bantuan Hukum Pemberdayaan Perempuan Indonesia (LBHP2i)  Makassar,  Sabtu (8/1) 2011 Gedung RRI Makassar. Acara ini dihadiri  sejumlah pelajar,  mahasiswa, tokoh masyarakat  dan budayawan kota ini.

Pukul  19.00 Wita malam hari, setelah lagu-lagu shalawat nabi dan kilasan sejarah mendiang Gusdur sebagai bapak bangsa terlihat para tokoh agama  yang diundang ini berjejer  dipanggung dan masing-masing berdoa  bergantian  untuk  mendiang Gusdur sebagai bapak pejuang pluralisme Indonesia.  

Menurut budayawan Sulsel, Ishaq Ngejlaratan dalam orasi pluralismenya  menyatakan Gusdur mengambil perbedaan keyakinan agama untuk sebagai pondasi membangun bangsa. Dan banyak orang mencederai agama dengan alasan perbedaan. Padahal Gusdur adalah termasuk pahlawan  kemajemukan menghargai perbedaan sebagai kekuatan bangsa.

Secara filosofi, kata Ishaq,   mulanya tuhan maha sendiri sepi dengan kesendiriannya. Maka menciptakan sesuatu hal yang baru. Dan keunikanya ciptaannya ini  adalah khas, maka tak bisa dihindari secara anatomi dari beragamnya manusia itu saling ber fungsi dan bergantung dengan khasanah keunikan masing-masing. Agar tuhan tak kesepian dengan keunikan itu.
“ Perbedaan itu seperti  sari rasa buah-buahan yang masing masing berbeda rasanya. Dan tiap rasa menimbulkan rasa haru dan indah, “ kata Ishaq.

Di Sul-sel  seperti di Tana Toraja orang  Allu nenek moyang Toraja mengenal yang namanya Pasopateno. Artinya  tuhan menciptakan bumi dan langit  berbeda tapi saling membutuhkan. Sifat ini lahir pada manusia Toraja, memelihara dan menjagannya adalah salah satu kodrat. Kalau istilah suku  Mandar salah satu suku yang dulunya juga kawasan Sulawesi Selatan mengenal istilah  kelahiran “Malabi”, kemudian kembali ke “Malabi” dari yang terpisah kembali bersatu.
Selain itu  paling inti juga dari acara  mengenang Gusdur ini adalah merajut benang merah dengan doa, kepelbagaian serta demokrasi.

Tampilan berikutnya dalam gedung terdengar  lagu paduan suara yang digabung dari beberapa pelajar  dan perguruan tinggi seperti dari Universitas Muhammadiah Makassar, Komunitas Kanal Barat Universitas Katolik Atmajaya. STMIK Dipanegara, Sekolah Menengah Kejuruan  Katolik Cendrawasih,   Sekolah Tinggi  Theologi  Indoensia Timur. Lagu-lagu yang dikumandangkan  diantaranya judul Cinta rasul, Rembulan menangis, harapan gemilang ilahi (1973),  Yesus of superstar dan cinta Magdalena. Selain itu  dua orang dari mahasiswa Universitas Muslim Indonesia Makassar membacakan  karya puisi murid terdekat Gusdur, Adji Massardi dengan judul, 
Tafakkur Buat Gusdur dan selanjutnya puisi ananda putri  Inayah anak almarhum KH Abdurrahman Wahid berjudul “Pak Tolong  Ajari Aku”. Akhirnya  acara peringatan In memorian Gusdur ini seperti akrab dalam satu pertunjukan yang utuh.

( Makassar, Sabtu  (8/1) 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar