Rabu, 27 Maret 2013

Hasan Tak Takut Ombak


Hasan, tak takut ombak

Angin yang berubah-ubah dan riak air laut selalu jadi kitab untuk menjalankan pekerjaannya sebagai pekerja jasa transportasi laut. Tulang rusuknya menyembul dari badannya kecil dan tegap tapi bertenaga. Ia mengambil keputusan untuk berangkat segera. Dengan doa dan harapan tak ada masalah dalam perjalanan.  Akan tiba esok hari dengan selamat dipulau yang dituju.

Hasan (40 tahun) si pemilik kapal kayu pulau Selayar ini sepertinya punya perhitungan dan cara sendiri dengan menghadapi situasi ombak saat ini. Semua orang tahu kalau Bulan 7-9 perairan Selayar, katanya ombak bisa menggulung perahu kecil yang lewat.

Seperti Hasan, kata warga setempat. Soal ombak tinggi, itu biasa. Karena ia sudah begitu berpengalaman. Perjalanan rute laut utamanya, Bonerate dan Kalotoa, pulau yang dikenal terluar dari Kabupaten Selayar. Jarak tempuh kurang lebih satu hari satu malam, jika cuaca buruk. Namun jika cuaca normal bisa sampai 13 jam dari dermaga Benteng, kota Selayar.

Pengalaman Hasan menahkodai kapal transportasi manusia dan barang antar pulau-pulau sekeliling Selayar kurang lebih puluhan tahun. Dan gerakan ombak dilaut yang dilihatnya setiap hari adalah petunjuk tentang kedaan cuaca. Kadangkala tak membawa kompas, mereka berlayar hanya melihat bintang malam hari.  “Mereka mengenal jenis-jenis pulau-pulau ,” kata Ihsan. Warga Bonerate.

Memang Hasan sangat dikenal pengemudi perahu angkut penumpang dan barang paling berani dipulau ini. Dia menahkodai perahu kayu ukuran panjang kira-kira  lebar 7 meter dan panjang 20 meter. Dengan empat kekuatan mesin dan tubuhnya selalu waspada dengan kondisi cuaca laut.
Betul, bulan 7-9 paling rawan ombak tinggi terasa di sekitar perairan Selayar.
Hasan berangkat pukul 09.00 pagi, padahal satu hari sebelumnya dilarang berangkat. Gara-gara kelebihan muatan penumpang.

Pukul 16.00 sore hari, ia berhenti dan anak buahnya menjatuhkan jangkar kelaut dekat pulau bernama Appatana. Sebuah pulau ditempati pemilik perahu istirahat, sekaligus menghindari ombak laut tengah . Tak berani melanjutkan perjalanan malam hari dengan kondisi cuaca buruk. Ada dua kapal kayu terparkir dekat pulau ini. Kami pun bermalam diatas kapal. Besok pagi kapal kembali melanjutkan perjalanan. Memotong jalur diatara dua pulau lainnya melewati arus air laut yang berbahaya.

Jantungku berdebar, namun aku juga merasa penasaran menunggu kabar orang-orang pulau tentang ombak besar. Kapal terayun keras dipermukaan air, aku mulai diam. Aku menyembunyikan kepanikan dalam diriki.
Sesekali aku bertanya lagi sama penumpang.

“ Pak, kata orang ombak bulan ini besar-besar yah?”
“ Bulan ini adalah musimnya nak” Jawabnya santai tak terliahat panik.

Dalam hati saya mengambil patokan, bahwa dibalik raut wajahnya mereka tak terlihat risau, itu menandakan kondisi seperti itu masih wajar-wajar saja bagi mereka. Barangkali karena saya orang baru mengenal laut dengan kepal perahu kayu, dan ketinggian ombak seperti itu membuatku begitu panik. Yang kuinginkan adalah jawaban yang bisa membuatku bisa tenang.

Akhirnya perasaanku pelan-pelan juga mulai ikut tenang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar