Hasan, tak takut ombak
Angin yang berubah-ubah dan riak
air laut selalu jadi kitab untuk menjalankan pekerjaannya sebagai pekerja jasa
transportasi laut. Tulang rusuknya menyembul dari badannya
kecil dan tegap tapi bertenaga. Ia mengambil keputusan untuk berangkat segera.
Dengan doa dan harapan tak ada masalah dalam perjalanan. Akan tiba esok hari dengan selamat dipulau
yang dituju.
Hasan (40 tahun) si pemilik kapal
kayu pulau Selayar ini sepertinya punya perhitungan dan cara sendiri dengan
menghadapi situasi ombak saat ini. Semua orang tahu kalau Bulan 7-9 perairan
Selayar, katanya ombak bisa menggulung perahu kecil yang lewat.
Seperti Hasan, kata warga
setempat. Soal ombak tinggi, itu biasa. Karena ia sudah begitu berpengalaman. Perjalanan
rute laut utamanya, Bonerate dan Kalotoa, pulau yang dikenal terluar dari Kabupaten Selayar. Jarak
tempuh kurang lebih satu hari satu malam, jika cuaca buruk. Namun jika cuaca
normal bisa sampai 13 jam dari dermaga Benteng, kota Selayar.
Pengalaman Hasan menahkodai kapal
transportasi manusia dan barang antar pulau-pulau sekeliling Selayar kurang
lebih puluhan tahun. Dan gerakan ombak dilaut yang dilihatnya setiap hari
adalah petunjuk tentang kedaan cuaca. Kadangkala tak membawa kompas, mereka
berlayar hanya melihat bintang malam hari.
“Mereka mengenal jenis-jenis pulau-pulau ,” kata Ihsan. Warga Bonerate.
Memang Hasan sangat dikenal
pengemudi perahu angkut penumpang dan barang paling berani dipulau ini. Dia
menahkodai perahu kayu ukuran panjang kira-kira lebar 7 meter dan panjang 20 meter. Dengan
empat kekuatan mesin dan tubuhnya selalu waspada dengan kondisi cuaca laut.
Betul, bulan 7-9 paling rawan
ombak tinggi terasa di sekitar perairan Selayar.
Hasan berangkat pukul 09.00 pagi,
padahal satu hari sebelumnya dilarang berangkat. Gara-gara kelebihan muatan
penumpang.
Pukul 16.00 sore hari, ia
berhenti dan anak buahnya menjatuhkan jangkar kelaut dekat pulau bernama
Appatana. Sebuah pulau ditempati pemilik perahu istirahat, sekaligus
menghindari ombak laut tengah . Tak berani melanjutkan perjalanan malam hari
dengan kondisi cuaca buruk. Ada dua kapal kayu terparkir dekat pulau ini. Kami
pun bermalam diatas kapal. Besok pagi kapal kembali melanjutkan perjalanan.
Memotong jalur diatara dua pulau lainnya melewati arus air laut yang berbahaya.
Jantungku berdebar, namun aku juga merasa penasaran menunggu kabar orang-orang pulau tentang ombak besar. Kapal terayun
keras dipermukaan air, aku mulai diam. Aku menyembunyikan kepanikan dalam
diriki.
Sesekali aku bertanya lagi sama penumpang.
“ Pak, kata orang ombak bulan ini besar-besar
yah?”
“ Bulan ini adalah musimnya nak”
Jawabnya santai tak terliahat panik.
Dalam hati saya mengambil patokan, bahwa dibalik raut wajahnya mereka tak terlihat risau, itu menandakan kondisi seperti itu masih wajar-wajar saja bagi mereka. Barangkali karena saya orang baru mengenal laut dengan kepal perahu kayu, dan ketinggian ombak seperti itu membuatku begitu panik. Yang kuinginkan adalah jawaban yang bisa membuatku bisa tenang.
Akhirnya perasaanku pelan-pelan juga mulai ikut tenang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar