Kamis, 23 Mei 2013

Menuju Mamasa


(Kamis 2 Mei 2013), Tiba di Polewali pada malam hari, lalu mencari penginapan dekat pasar Pekkabata. Perjalanan ini cukup melelahkan. Kami masih sempat menikmati pemandangan hiruk pikuk roda perekonomian pasar Pekkabata Polewali sampai pukul 22.00 wita malam. Sambil menikmati secangkir kopi hangat dikedai pinggir jalan poros trans Sulawesi, hingga  malam makin larut. Saya bersama teman segera istirahat.  Sebab  esok  pagi  kami harus melanjutkan perjalanan menuju Mamasa.

Esok hari melanjutkan perjalanan. Jarak tempuh dari Polewali ke Mamasa menggunakan waktu kurang lebih lima jam dengan jarak 60 kilometer, kata warga setempat.  Setelah melalui jalan aspal kira-kira kurang lebih 16 kilometer dari kota Polewali, lanjut keseluruhan sisa jalanan tergolong rusak parah kira-kira sepanjang kurang lebih 40 kilometer. Sebelum masuk kota kabupaten Mamasa, 4 kilometer jalanan kembali normal mulus berbeton. Kalau orang-orang pemerintahan serius untuk membenahi kampung mereka barangkali beberapa tahun kedepan jalanan akan menjadi mulus tanpa lubang-lubang sana sini.

Tepat  bulatan matahari diatas kepala, kami baru tiba di pusat kota.  Saya melanjutkan perjalanan menuju lokasi yang aku tuju.   Malam hari kembali menuju dalam kota Mamasa cari penginapan buat istirahat. Survey Evaluasi Demokrasi dan Kebijakan Publik sangat melelahkan. Saya bersama rekan-rekan (field) hampir kurang lebih 40 orang turun secara terpisah lebih duluan di Kabupaten Mamasa ini.

Dusun 25 Kilometer dari Pusat Desa

Saya menuju kecamatan Tawalian, dan kelurahan Tawalian kurang lebih 4 kilometer dari kota kabupaten selama dua hari menemui orang secara acak. Lalu menuju pedesaan Tawalian Timur selebihnya 2 kilomter selama dua hari pula. Di Tawalian Timur  ada beberapa dusun yang sulit dijangkau. Menurut Pak Zeptnat kepala desa mereka salah satu dusun tersebut yaitu Salurea, Salukaiya, Salutondok dari tiga dusun lainya. Jarak tempuh diperkirakan sehari  perjalanan kaki. Jaraknya kurang lebih 25 kilometer dari ibu kota desa.

Saya tak pernah membayangkan ada desa yang memiliki dusun yang begitu jauh dari pusat ibukota desa. Bukan soal jauh saja, namun ternyata medan yang cukup sulit untuk ditempuh. Jika dilakukan dengan berkendaraan roda dua harus dengan jenis motor trail (motor gunung).

Makanya  jalur tersebut membutuhkan kendaraan khusus, atau dengan cara jalan kaki  atau naik tranportasi seekor kuda selama satu hari perjalanan penuh. Saya selalu berpikir nyatanya memang Indonesia ini tak sekecil  dalam laporan berita-berita dalam siaran televisi. Makanya saya juga berkesimpulan Indonesia tak hanya kita bisa baca satu kali tarikan nafas. Terasa omong kosong kalau Indonesia hanya mau dibahasakan jejeran pulau-pulau yang indah itu. Akan tetapi hanya dalam lensa cekung bisa menangkap hal-hal mikro lebih detil lagi bisa terasa.

Konon kawasan tersebut adalah kawasan hutan lindung yang ditetapkan Pemerintah Daerah atas nama Dinas Kehutanan Daerah Mamasa beberapa tahun lalu.  Namun yang pasti sebelumnya memang telah dihuni oleh nenek moyang warga Tawalian Timur sejak lama. Maka  dengan perkebunan liar, kopi dan kakao dan hasil hutan lainya adalah penghidupan warga setempat cukup khas. Tercatat  jumlah kurang lebih seribu jumlah kepala keluarga ketiga dusun tersebut. Ketiga dusun ini baru akan direncanakan aliran litrik  jasa local dengan jenis turbin air.

Saya menikmati kembali kopi khas Mamasa, enak sekali diteras rumah kepala desa sekaligus tempat menerima tamu. Sambil mendengarkan cerita kepala desa yang  sudah terpilih selama dua periode ini. Perjalanan sangat indah namun membawa haru dan jejak bisu kedaulatan negri ini.

Mayoritas masyarakat sana beretnis Toraja Mamasa dan beragama Kristen protestan, juga aliran kepercayaan Allu Todolo yang katanya dulu sempat jadi pembicaraan ketika orang-orang sibuk membicarakan soal aliran kepercayaan selain daripada agama selama ini dikatakan resmi oleh negara.

Prioritaskan Perbaikan Fisik Jalan Menuju Kampung   

Hampir rata-rata ketidakmaksimalalan pemerintah untamanya dalam masalah sarana perbaikan jalanan rusak. Meskipun sebelumnya  dari beberapa jalur lainya cukup memuaskan dengan bangunan fisik lain seperti sarana pelayanan publik, sekolah, kantor desa. Pendapat popular paling mendesak adalah sarana jalan perlu prioritas utama. Dan yang kedua adalah kebutuhan bahan-bahan pokok makin meninggi. Soal rumah hunian bedah hasil separuhnya memuaskan.

Akan tetapi untuk membandingkan dengan sejumlah daerah lainya masih tergolong jauh kebelakang. Seperti ketersediaan pelayanan air bersih masih sangat sulit bagi kawasan terpencil bermedan dataran tinggi. Selain medan dan lokasi sangat sulit.  Sehingga untuk aliran listrik, mereka solusi awal menggunakan sarana turbin tenaga air jasa lokal belum dari listrik negara (PLN). PMPM menjangkau hanya jalan setapak, dan program bantuan lain termasuk sarana irigasi sawah. Sehingga produksi padi bisa dua kali. Dengan bangga kepala dusun mengakui keberhasilan itu. Akan tetapi kalau kita mau bercermin kedaerah lain masih jauh dari kesama rataan pembangunan yang kita idamkan selama ini.

Membagi Pigur dengan Alasan Perbedaan Agama

Tiga sosok tokoh politik yang bakal menjadi pilihan warga, dua
diataranya orang lama, Incumben Ramlan Badawi, Obednego Depparinding, Mario Said Saggaf,  Victor Paotonan. Ini seperti buah perjanjian antara mereka, bahwa salah satu calon harus berbeda agama melalui pasangan calon-calon. Entah kosong satu harus beragama Kristen, atau kosong dua harus beragama Islam ataupun sebaliknya.

Pendatang baru yaitu Rudyanto, konon  Rudyanto adalah tokoh masyarakat yang besar di Jakarta. Mereka banyak dikenal oleh kelas menengah. Sementara pigur lainya memang sudah dikenal sajak dulu termasuk sanak keluarganya.

Beberapa bulan kedepan masyarakat Mamasa bakal memilih pigur-pigur tersebut untuk periode 2013-2018. Masing-masing perkampungan yang  kita lalui pigur-pigur prmimpin ini punya basis. Hal itu ditandai dengan keramaian posko-posko pemenangan mereka pinggir jalan.

Sejujurnya,  Kebebasan Memilih Tanpa Tendensi

Kelurahan Tawalian saya bertemu Pak Genggong. Menurut Genggong tak ada soal pilihan-pilihan beda dari warga mereka. Asalkan mereka jujur saja dalam memilih, dan menyatakan sebenar-benarnya pilihan   mereka tanpa beban dan interpensi, ataupun juga  merahasiakan pilihanya, adalah hak mereka. Kepala dusun Tawalian ini banyak berkisah soal lain.  Terutama  tentang kampung halaman mereka. Ia senang bercerita sebab Ia sekaligus tokoh masyarakat dan pemimpin ummat kristiani protestan dilingkungan ia tinggal.

Sebagai orang taat beribadah, sebagai kepala kampung ia berkisah tentang pengalaman mereka bertemu dengan orang yang seperti saya, menurutnya berbeda dengan keyakinan agama mereka. Ia menghawatirkan saya bakal canggung dan was-was terutama soal makanan. Namun menurut saya  ia sudah berlebihan berusaha memperlakukan saya seperti orang islam yang ia ketahui.

Seperti halnya secara khusus soal makanan, sebab orang Islam mengharamkan makanan tertentu. Namun paling penting bagi Genggong soal keyakinan adalah soal pelaksanaan nilai-nilai keagamaan masing-masing dan perbuatan baik sesama manusia tanpa pandang bulu. Sebab baginya semua keyakinan hampir sama. Harus mendahulukan akhlak dibandingkan lainya. Ia selalu menyebut sang khalik adalah penilai segala kebaikan manusia.