Selasa, 05 Februari 2013

Rumah dan tetangga saya

Rumah saya terdiri pagar, halaman, teras, pintu masuk, ruang tamu, ruang keluarga dan ruang dapur. Kemudian saya bersama keluarga hidup didalamnya, ayah, ibu adik, dan kakak. Rumah saya ini tak jauh beda dengan rumah-rumah yang lainya. Seperti tetangga saya memiliki ruangan-ruangan yang sama hampir sama dengan rumah saya.

Nyaman rasanya, tenang, tidur, makan dan istirahat . Pagi hari keluar rumah, dan pada sore hari saya mengajak tetangga mengobrol diteras rumah saya. Obrolan kami seputar kebertanggaan. Berlanjut sebuah konsep kebertetanggaan.

Awalnya tak ada saling mengganggu satu sama lain, karena masing-masing memiliki rumah tempat istirahat dan menenangkan diri. Hanya saja setiap masalah biasanya kami temukan diluar rumah saya, dimana kami bertemu dengan orang lain, yang bukan bahagian daripada diri kita bahagian dari keluarga yang selama ini kita kenal dengan segala kebiasaan kebiasaanya.

Namun akhir-akhirnya kami mengalami ketidaknyamanan dalam dalam hal kebertetanggan kami.
Ketidak harmonisan itu ketika kami membawa persoalan-persoalan tersebut di halaman rumah kami, dan diluar rumah kami. Disanalah biasanya kami cekcok dan berbeda. Percekcokan diluar rumah, jika tak selesai pada saat itu juga. Pada akhirnya kadangkala  banyak membawa masalah itu saja sampai kedalam rumah untuk dipikirkan. Pelibatan pihak ketiga untuk menyelesaikan persoalan kadangkala buntu. Sebab pihak ketiga berada dalam posisi bukan selaku pelaku.

Masalah dari luar itu kadang menjadi konsumsi pribadi bersama keluarga saja.
Sumber masalah itu ketika saya bertemu dengan orang yang berbeda dengan saya diluar sana. Maka inilah asumsi saya, bahwa percekcokan selalu diawali diluar diri saya. Dan saya membayangkan rumah saya seperti satuan terkecil dari diri saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar